KTI Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis
PENGARUH KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS DI KOTA MALANG TERHADAP PERKEMBANGAN SMP NEGERI 20 MALANG Disusun untuk Melengkapi Tugas Bahasa I...
PENGARUH
KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS
DI KOTA MALANG
TERHADAP PERKEMBANGAN
SMP NEGERI 20
MALANG
Disusun untuk
Melengkapi Tugas Bahasa Indonesia sebagai Syarat Mengikuti Ujian Nasional ( UN
)
Disusun oleh:
Kelompok
1 (9A)
1)
Iing Merillarosa
K. W. (21)
2)
Imro’atul Khasanah (22)
3)
Ramada Sherin Z. (23)
4)
Elvina Akyas L. P. (33)
SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA NEGERI 20 MALANG
Jalan Raden Tumenggung
Suryo 38 Malang Telp. (0341) 491806
Tahun Pelajaran 2013-2014
LEMBAR PENGESAHAN
Karya
tulis yang berjudul “ Pengaruh Kebijakan
Sekolah Gratis di Kota Malang terhadap Perkembangan SMP Negeri 20
Malang “, ini
telah disetujui pada tanggal 6 Januari 2014.
Disetujui
oleh:
Kepala SMP
Negeri 20 Malang, Guru Pembimbing,
Dra. Tutut Sri Wahyuni, M.M.Pd. Dra. Rubiati, M.Pd.
NIP. 195609151983121001 NIP. 196809111995122005
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan anugerah yang diberikan kepada penulis, karya tulis yang
berjudul “Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis di Kota Malang terhadap
Perkembangan SMP Negeri 20 Malang“ dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Tujuan dilaksanakannya
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca agar pembaca dapat
mengetahui tentang pengaruh diterapkannya kebijakan sekolah gratis terhadap
perkembangan SMP Negeri 20 Malang.
Penyusunan karya tulis ini tidak
dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pertama penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Tutut Sri Wahyuni, M.M.Pd. selaku Kepala SMP
Negeri 20 Malang yang telah mengesahkan
karya tulis ini. Kedua, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dra. Rubiati, M.Pd. selaku
guru Bahasa Indonesia yang telah menjadi
pengampu dan memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis. Ketiga, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lilik
Purwati,S.Pd selaku Wakil Kepala SMP Negeri 20 Malang dan Ibu Nurul Sri Rejeki
selaku guru PKN yang telah memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan
karya tulis ini. Keempat, penulis mengucapkan terima
kasih kepada orang
tua yang telah memberikan dukungan berupa motivasi dan materiil. Kelima, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
Perpustakaan Umum Kota Malang yang telah memfasilitasi segala hal yang
diperlukan untuk penyusunan karya tulis ini. Keenam, kepada orang tua dan siswa
kelas VIII (delapan) dan IX (sembilan) yang
telah bersedia mengisi angket yang disebarkan penulis sebanyak 100 (seratus)
lembar. Selain itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak- pihak lain yang telah membantu penyusunan karya
tulis ini, yang tidak bisa disebutkan satu- persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan
karya tulis ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para
pembaca.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamuallaikum Wr. Wb.
Malang, 6
Januari 2014
Penulis
MOTTO
"Bukanlah
hidup kalau tidak ada masalah, bukanlah berhasil kalau tidak melalui rintangan,
bukanlah menang kalau tidak dengan pertarungan, bukanlah lulus kalau tidak ada ujian,
dan bukanlah sukses kalau tidak berusaha"
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini penulis akan
menguraikan tentang (1) latar belakang masalah, (2) ruang lingkup
masalah, (3) pembatasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,
(6) manfaat penelitian, (7) anggapan dasar dan hipotesis, dan (8) sumber data dan metode.
1.1 Latar Belakang
Kesadaran akan pentingnya pendidikan
yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang
telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap
setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Disebabkan begitu
pentingnya pendidikan demi kualitas hidup yang lebih baik, pemerintah
menerapkan program wajib belajar bagi warga negaranya. Bahkan, dalam
Undang-Undang Dasar 1945 jelas dikatakan bahwa mengikuti pendidikan adalah hak
sekaligus kewajiban bagi seluruh warga negara. Ini merupakan langkah
antisipasif demi kualitas intelektualitas dan keterampilan yang disiapkan olah
pemerintah untuk warga negaranya. Mereka menyadari bahwa dengan kualitas
intelektualitas dan keterampilan yang tinggi, warga negaranya mampu bersaing
dengan warga negara bangsa lain. Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk
memanusiakan manusia, mendewasakan, mengubah perilaku, serta meningkatkan
kualitas kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Pada kenyataannya, pendidikan
bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu kegiatan yang dinamis dan
penuh tantangan. Oleh karena itulah, berbagai usaha dilakukan agar dapat
mengikuti proses pendidikan. Para orang tua terus berusaha agar anak-anaknya
berkesempatan mengikuti proses pendidikan sejak tingkatan rendah hingga tingkatan
tinggi. Mereka tidak memerdulikan kondisi keluarga, yang terpenting anak-anak
berkesempatan mengikuti proses pendidikan. Bagi mereka,
jika putra-putri mereka mendapatkan kesempatan untuk mengikuti proses
pendidikan, hal tersebut merupakan anugerah yang tiada taranya. Selanjutnya,
hal tersebut sudah merupakan gambaran bagi masa depan mereka.
Pendidikan akan selalu berubah
seiring dengan perubahan zaman. Perubahan adalah sesuatu yang pasti dalam
kehidupan ini. Orang-orang yang dinamis selalu melakukan perubahan atas kondisi
kehidupannya. Mereka tidak akan membiarkan kondisi statis. Mereka merasa rugi
jika kondisi kehidupan tetap saja sebagai mana yang telah dijalani selama ini.
Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tidak jarang
juga menjadi sasaran ketidakpuasan karena pendidikan menyangkut kepentingan
semua orang, bukan hanya menyangkut investasi dan kondisi kehidupan di masa
yang akan datang, melainkan juga menyangkut kondisi dan suasana kehidupan saat
ini. Itulah sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan
peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan
masyarakat.
Dalam upaya meningkatkan kinerja
pendidikan nasional, diperlukan suatu reformasi menyeluruh yang telah dimulai
dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi pendidikan sebagai bagian dari reformasi
politik pemerintahan. Sebelum diberlakukan UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi
daerah, maka pengelolaan pendidikan dasar menganut sentralisasi yang terjadi
dualisme pengelolaan, yaitu oleh Dinas DIKBUD yang mengiduk ke Departemen Dalam
Negeri dan Departemen Pendidikan. Namun, setelah reformasi politik pemerintahan
ini tertuang di dalam UU No. 22/1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU
tersebut menandai perubahan radikal tata kepemerintahan dan sistem sentralistik
ke sistem desentralistik, dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah.
Pendidikan yang semula menjadi kewenangan pemerintah pusat kemudian dialihkan
menjadi wewenang pemerintah daerah ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas manajemen pendidikan sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja
pendidikan nasional.
Dengan adanya sistem desentralisasi, Pemerintah Kota Malang kemudian memberlakukan
kebijakan sekolah gratis pada jenjang yang dikenakan ketentuan wajib belajar
(SD dan SMP) dan memberhentikan kebijakan subsidi silang. Sesungguhnya,
kewajiban pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar yang berlaku wajib
belajar telah tercantum pada UU No.2/1989 tentang Sisdiknas. Pasal 25
menyatakan, “Pada jenjang yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya
penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah merupakan tanggung jawab
pemerintah, sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan”.
Setiap kebijakan pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis akan
memicu munculnya pro dan kontra dari masyarakat Kota Malang terutama para orang
tua yang putra-putrinya bersekolah pada jenjang sekolah yang digratiskan (SD
dan SMP).
Dapat dipastikan bahwa perubahan
kebijakan dalam pelaksanaannya bukan persoalan yang sederhana. Perubahan
kebijakan memerlukan kesiapan berbagai sumber daya dan kemampuan pengelola di
tingkat sekolah. Pertanyaannya adalah: Siswa manakah di pendidikan dasar yang
biayanya wajib ditanggung oleh pemerintah? Apakah semua siswa tanpa kecuali
atau hanya siswa yang benar-benar memerlukan karena secara ekonomi tidak mampu?
Apakah kebijakan sekolah gratis berpengaruh pada prestasi siswa? Apakah
kebijakan sekolah gratis berpengaruh pada perkembangan SMP Negeri 20 Malang?
Apakah kebijakan sekolah gratis lebih baik dari kebijakan subsidi silang?
Berdasarkan permasalahan-permasalahan
yang tertulis di atas, maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis dan
melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis terhadap
Perkembangan SMP Negeri 20 Malang”.
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sekolah adalah suatu lembaga yang dirancang khusus untuk pengajaran para
murid (siswa) di bawah pengawasan para guru. Sekolah digolongkan menurut
tingkatannya. Sebagai contoh, terdapat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA).
Kebijakan adalah aturan tertulis yang
merupakan keputusan formal organisasi, bersifat mengikat, dan mengatur perilaku dengan
tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.
Kebijakan sekolah gratis adalah suatu kebijakan di mana seluruh biaya
pendidikan ditanggung oleh pemerintah dengan demikian peserta didik tidak
dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,
seperti uang pangkal sekolah, iuran rutin sekolah yang
dibayarkan setiap bulannya dan berbagai biaya lainnya.
Kebijakan subsidi silang adalah suatu kebijakan di mana kewajiban
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dibebankan kepada orang tua yang
memiliki kemampuan dan kesediaan membayar tinggi, dengan demikian orang tua
yang memiliki kemampuan dan kesediaan membayar rendah tidak dikenakan kewajiban
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang diajukan penulis dalam karya tulis ini antara
lain sebagai berikut .
1.3.1 Pengertian
kebijakan sekolah gratis
1.3.2 Alasan diberlakukannya sekolah gratis
1.3.3 Pengertian kebijakan subsidi silang
1.3.4 Perbedaan kebijakan sekolah gratis dengan subsidi
silang
1.3.5 Pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap
perkembangan SMP Negeri 20 Malang
1.3.6 Sikap sekolah dengan adanya kebijakan sekolah
gratis
1.3.7 Upaya pemerintah untuk mewujudkan sekolah tetap
berkembang dengan diterapkannya
kebijakan sekolah gratis
1.3.8 Hasil angket tentang pengaruh kebijakn
sekolah gratis di Kota Malang terhadap perkembangan SMP Negeri 20 Malang.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan penulis dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Apa yang
dimaksud dengan kebijakan sekolah gratis?
1.4.2 Apa alasan diberlakukannya kebijakan sekolah gratis?
1.4.3 Apa pengertian kebijakan subsidi silang?
1.4.4 Apa perbedaan kebijakan sekolah gratis dengan
kebijakan sekolah gratis?
1.4.5 Apa pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap
perkembangan SMP Negeri 20 Malang?
1.4.6 Bagaimana sikap sekolah dengan adanya kebijakan sekolah
gratis?
1.4.7 Bagaimana upaya pemerintah untuk mewujudkan
sekolah tetap berkembang dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis?
1.4.8 Bagaimana hasil angket tentang pengaruh
kebijakan sekolah gratis di Kota Malang terhadap perkembangan SMP Negeri20
Malang?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam karya tulis
ini dibedakan menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.5.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
umum penelitian ini adalah mendiskripsikan pengaruh
kebijakan sekolah gratis di Kota Malang terhadap perkembangan SMP Negeri 20 Malang.
1.5.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum di atas,
maka tujuan khusus penelitian ini antara lain sebagai berikut ini.
1.5.2.1 Mendeskripsikan arti kebijakan
sekolah gratis
1.5.2.2 Mendeskripsikan alasan
diberlakukannya kebijakan sekolah gratis
1.5.2.3 Mendeskripsikan arti kebijakan
subsidi silang
1.5.2.4 Mendeskripsikan perbedaan
kebijakan sekolah gratis dengan kebijakan subsidi silang
1.5.2.5 Mendeskripsikan pengaruh kebijakan sekolah gratis
terhadap perkembangan SMP Negeri 20 Malang
1.5.2.6 Mendeskripsikan sikap sekolah dengan adanya kebijakan
sekolah gratis
1.5.2.7 Mendiskripsikan upaya
pemerintah untuk mewujudkan sekolah tetap
berkembang
dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis
1.5.2.8 Mendeskripsikan
hasil angket tentang pengaruh kebijakan sekolah gratis
di Kota Malang terhadap
perkembangan SMP Negeri 20 Malang
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi
Pemerintah
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi pemerintah
untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan kebijakan sekolah gratis yang
diterapkan di Kota Malang.
1.6.2 Bagi Sekolah
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi sekolah untuk mengetahui usaha apa yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sekolah tetap
berkembang walaupun dengan adanya keterbatasan dana karena penerapan kebijakan
sekolah gratis di Kota Malang.
1.6.3 Bagi Orang Tua Siswa
Penelitian
ini sangat bermanfaat bagi orang tua siswa untuk mengetahui tentang definisi
dan pengaruh kebijakan sekolah gratis yang diterapkan di Kota Malang kepada SMP
Negeri 20 Malang.
1.6.4 Bagi Siswa
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui definisi dan
pengaruh kebijakan sekolah gratis yang diterapkan di Kota Malang kepada SMP
Negeri 20 Malang sehingga siswa dapat menjaga sarana dan prasarana yang ada di
SMP Negeri 20 Malang dengan baik.
1.7 Anggapan Dasar dan Hipotesis
1.7.1
Anggapan Dasar
Berdasarkan kenyataannya, di Kota
Malang telah diberlakukan kebijakan sekolah gratis pada jenjang Sekolah Dasar Negeri
dan Sekolah Menengah Pertama Negeri pada bulan September tahun 2013. Kebijakan
ini diterapkan setelah terpilihnya Walikota Malang, H.M Anton (periode
2013-2018). Kebijakan ini diterapkan dengan tujuan untuk
meringankan beban masyarakat kurang mampu yang putra-putrinya wajib mengenyam
pendidikan dasar (SD dan SMP)
Karena diterapkan kebijakan sekolah
gratis, peran serta masyarakat menjadi berkurang. Orang tua tidak lagi
diwajibkan untuk membiayai biaya sekolah
putra-putrinya seperti uang pangkal sekolah, iuran rutin yang dibayarkan setiap
bulan, dan lain-lain.
Dengan diterapkannya
kebijakan sekolah gratis, anggaran milik sekolah hanya bersumber dari dana
alokasi yang diberikan oleh pemerintah. Dana alokasi yang diberikan oleh
pemerintah tersebut terdiri dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Dikarenakan dana alokasi dari pemerintah diberikan sesuai dengan kebutuhan
sekolah dan terbatas jumlahnya, sekolah membatasi pengeluaran dana.
1.7.2 Hipotesis
Berdasarkan prapenelitian, penulis
beranggapan bahwa dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis akan terjadi
peningkatan minat sekolah karena orang tua tidak perlu memikirkan beban biaya
yang harus ditanggung untuk menyekolahkan putra-putrinya, seperti uang pangkal
sekolah, iuran rutin yang dibayarkan setiap bulan, dan lain-lain.
Selain adanya peningkatan minat
sekolah, dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis memungkinkan terjadinya
penurunan angka putus sekolah di Kota Malang. Anak bangsa yang putus sekolah di
negeri ini banyak dari kalangan keluarga tidak mampu, karena faktor ekonomi
dengan biaya sekolah yang cukup mahal membuat mereka memutuskan untuk tidak
melanjutkan pendidikannya dan memilih bekerja untuk mencari uang. Dengan
diterapkannya kebijakan sekolah gratis tentunya memungkinkan penurunan angka
putus sekolah di Kota Malang dikarenakan orang tua siswa tidak diwajibkan untuk
membayar pendidikan putra-putrinya.
Sarana dan prasarana sangat dibutuhkan
sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Prasarana
dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur
mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerusseiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Namun dengan diterapkannya kebijakan
sekolah gratis, fasilitas di SMP Negeri 20 Malang mungkin tidak dapat
berkembang. Contohnya, beberapa kelas yang rencananya akan dilengkapi dengan
fasilitas LCD (Liquid Crystal Display) untuk
pembelajaran, terpaksa tidak terlaksana. Akibatnya, hanya sedikit kelas yang dilengkapi
LCD. Ketika seorang guru yang mengajar
memerlukan LCD di kelas yang tidak
dilengkapi LCD, maka kelas yang
dilengkapi LCD harus bersedia
bertukar tempat dengan kelas yang tidak dilengkapi LCD dengan syarat kelas yang dilengkapi LCD tersebut tidak sedang menggunakan LCD.
Kebijakan
sekolah gratis tidak akan mempengaruhi prestasi akademik siswa. Kegiatan
belajar mengajar tetap berjalan seperti biasanya. Kinerja guru dalam kegiatan
belajar mengajar tidak terpengaruh dengan diterapkannya kebijakan sekolah
gratis, itu dikarenakan gaji guru dibayarkan oleh pemerintah, bukan dari iuran
yang dibayarkan setiap bulan oleh orang tua siswa.
Berdasarkan
uraian di atas, hipotesis penulis adalah kebijakan sekolah gratis berpengaruh
pada perkembangan SMP Negeri 20 Malang.
1.8 Sumber Data dan Metode Penelitian
1.8.1 Sumber Data
Dalam karya tulis ini, penulis
mengambil referensi dan bahan-bahan untuk pembahasan dan penelitian melalui
buku dan internet.
1. Buku
1) Fattah, Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosda
Karya.
2) Fattah, Nanang. 2012. Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
3) Jalal, Fasli dan Supriadi,
Dedi. 2001. Reformasi Pendidikan
dalam
Konteks
Otonomi Daerah.Yogyakarta:
Adicita.
4) Saroni, Mohammad. 2013. Pendidikan UntukOrang Miskin.
Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
5) Supriadi,
Dedi . 2003. Satuan Biaya Pendidikan
Dasar dan
Menengah. Bandung: Rosda.
2.
Internet
(Jumat,13
Desember 2013, pukul 09.06 WIB)
(Kamis, 2 Januari 2014, pukul
09.35 WIB)
4) http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/11/pengertian- sekolah.html#.UsyK6dIW3AI (Minggu, 5 Januari 2014, pukul 06.20 WIB)
(Minggu, 5 Januari 2014, pukul 06.25 WIB)
6) http://www.academia.edu/4076913/ADMINISTRASI_SARANA_DAN_ PRASARANA_SEKOLAH (Minggu, 5 Januari 2014, pukul 09.20 WIB)
1.8.2 Metode
1.
Wawancara
Wawancara ini penulis tujukan kepada:
1.
Ibu Nurul
Sri Rejeki selaku guru PKN SMP
Negeri 20 Malang, pada hari Sabtu, tanggal 14 Desember 2013.
2.
Ibu Lilik
Purwati,S.Pd selaku Wakil Kepala SMP Negeri 20 Malang, pada hari Selasa,
tanggal 17 Desember 2013.
2. Angket
Penyebaran angket tentang “Pengaruh Kebijakan
Sekolah Gratis di Kota Malang terhadap Perkembangan SMP Negeri 20
Malang” kepada 100 (seratus)
orang yang meliputi 50 (lima puluh) orang tua dan 50 (lima puluh) siswa kelas 8
dan 9 SMP Negeri 20 Malang. Pada hari Kamis, tanggal 12 Desember 2013 sampai
hari Senin, tanggal 16 Desember 2013.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab
analisis dan pembahasan ini penulis menjabarkan analisis dan pembahasan yang
meliputi (1) pengertian kebijakan sekolah gratis, (2) alasan diberlakukannya
kebijakan sekolah gratis, (3) pengertian kebijakan subsidi silang, (4) perbedaan
kebijakan sekolah gratis dan subsidi silang, (5) pengaruh kebijakan sekolah
gratis terhadap perkembangan SMP Negeri 20 Malang, (6) sikap sekolah dengan
adanya kebijakan sekolah gratis, (7) upaya pemerintah untuk mewujudkan sekolah
tetap berkembang dengan diterapkannya
kebijakan sekolah gratis, dan (8) hasil angket tentang pengaruh
kebijakan sekolah gratis di Kota
Malang
terhadap perkembangan SMP Negeri 20 Malang.
2.1 Pengertian Kebijakan Sekolah Gratis
Seiring
dengan berjalannya waktu, kebijakan telah mengalami banyak perubahan. Begitu juga
kebijakan yang berhubungan dengan pendidikan. Beberapa
alasan pokok yang menuntut terjadinya perubahan kebijakan dalam pendidikan,
yakni tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang disebabkan adanya
perubahan perkembangan kebijakan sosial politik, ekonomi, dan budaya.
Kebijakan
sekolah gratis adalah suatu kebijakan di mana seluruh biaya pendidikan
ditanggung oleh pemerintah dengan demikian peserta didik tidak dikenakan
kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, seperti iuran
rutin sekolah dan berbagai biaya lainnya. Kebijakan sekolah gratis ini tidak
hanya berlaku untuk keluarga yang tidak mampu, melainkan juga untuk keluarga
yang mampu.
Dengan
tidak adanya peran serta masyarakat pada kebijakan sekolah gratis, pemerintah
harus menanggung biaya untuk gaji pegawai (guru, tenaga kependidikan, dan
tenaga administrasi), pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, serta
penyelenggaraan pendidikan.
2.2 Alasan Diberlakukannya Kebijakan
Sekolah Gratis
UUD 1945 mengamanatkan bahwa melalui
kewenangan besar yang dimilikinya, pemerintah bertanggung jawab untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan atau pengajaran. Hal ini
berarti bahwa pemerintah berkewajiban untuk memberikan subsidi terhadap
penyelenggaraan pendidikan nasional. Apalagi untuk jenjang pendidikan dasar,
subsidi pemerintah sangat dibutuhkan mengingat besarnya peranan jenjang
pendidikan ini dalam meletakkan landasan bagi terciptanya masyarakat yang cerdas,
sementara kemampuan sebagian besar masyarakat dalam membiayai pendidikan bagi
putra-putrinya masih terbatas.
Pendidikan sebagai upaya pembangunan
masyarakat menuju kondisi terbaik merupakan pengharapan semua orang. Setiap orang berusaha untuk
meningkatkan kompetensi dirinya dengan pendidikan. Oleh karena itu, berbagai
usaha dilakukan agar dapat mengikuti proses pedidikan. Para orang tua terus
berusaha agar anak-anaknya berkesempatan mengikuti proses pendidikan sejak
tingkatan rendah hingga tingkatan tinggi. Mereka tidak memperdulikan kondisi
keluarga, yang terpenting anak-anak berkesempatan mengikuti proses pendidikan.
Bagi mereka, jika anak-anak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti proses
pendidikan, hal tersebut merupakan anugerah yang tiada taranya. Selanjutnya,
hal tersebut sudah merupakan gambaran bagi masa depan mereka.
Pendidikan memang telah menjadi menara
air bagi semua orang. Menara yang
akan memberikan obat penghilang kehausan dalam perjalanan hidup. Dengan
pendidikan, kesegaran hidup akan didapatkan. Selain itu, pendidikan juga
menjadikan kita sebagai sosok-sosok efektif dalam kehdipan. Setiap orang
mempunyai keinginan yang sama terhadap menara air tersebut. Bahkan, mereka
berkerumun disekeliling menara tersebut agar mendapatkan jatah setetes air
untuk kehidupannya. Ini merupakan kebutuhan yang tidak dapat abaikan lagi.
Apalagi jika kita mengingat kondisi kehidupan yang semakin keras dan ketat tingkat persaingannya. Setiap orang harus
mendapatkan tetesan air ini jika ingin kehidupannya berlangsung terus.
Sementara itu, kita mengetahui bahwa
mayoritas penduduk negeri ini berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah atau mikin. Dalam kondisi demikian, tentunya
pendidikan menjadi sesuatu yang menyulitkan juga. Oleh karena itulah, sudah
seharusnya dipikirkan proses pendidikan yang dapat mengakomodasi kebutuhan
orang-orang dalam kelompok ini. Dalam posisi sebagai mayoritas, jika mereka berpendidikan akan menjadi
tenaga pembangunan yang efektif. Tetapi sebaliknya, jika mereka tidak berpendidikan, tentu memberikan
permasalahan yang dapat mengancam eksistensi bangsa. Jika mereka tidak
mendapatkan kesempatan mengikuti proses
pendidikan, mereka menjadi kelompok orang dengan tingkat kemampuan yang rendah
sehingga jika harus bertarung dan bersaing dalam lapangan pekerjaan, mereka
langsung terlempar dari ajang kehidupan. Selanjutnya, mereka akan menjadi kelompok pengangguran yang membebani
perjalanan kehidupan.
Oleh karena itulah, upaya pemberian
kesempatan mengikuti proses pendidikan secara mudah sudah seharusnya dipikirkan
oleh semua pihak. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan seluasnya
kepada masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah untuk mengenyam pendidikan
yang dapat mencerahkan kehidupan mereka. Mereka adalah potensi terbesar dari
masyarakat dan bangsa ini, sehingga harus
mendapatkan perhatian ekstra dari semua pihak. Setiap kegiatan pendidikan dan
pembelajaran sudah seharusnya diorientasikan dan dikontribusikan untuk orang
miskin. Kita harus membuka lebar-lebar keran kesempatan pendidikan kepada semua
lapisan masyarakat, terutama lapisan masyarakat bawah, miskin. Dengan kuantitas
yang besar, jika kualitasnya kita tingkatkan, maka mereka adalah masyarakat
yang berkualitas secara kuantitas.
UU No. 2/1989 Pasal 14 ayat (1) yang
semula berbunyi, “Tiap-tiap warganegara
berhak mendapatkan pengajaran” berubah menjadi “Setiap warganegara berhak mendapatkan pendidikan”
Perubahan mendasar terkandung pada UUD
1945 pasal 31 ayat (2) yang berbunyi, “Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. Ayat ini secara khusus berbicara tentang pendidikan dasar
sembilan tahun (tingkat SD dan SLTP) yang sejak tahun 1989 tercantum dalam
pasal 14 ayat (2) UU No. 2/1989 tetapi baru dilaksanakan sejak tahun 1994. Anak-anak
usia sekolah harus dikondisikan sehingga menjadi bagian integral dari program
tersebut. Kita tidak membiarkan anak-anak usia sekolah berkeliaran di tempat
mana pun juga pada saat jam-jam belajar. Mereka seharusnya mengikuti proses
pendidikan dan pembelajaran. Apalagi jika ternyata mereka adalah anak-anak yang
sudah tidak lagi mengikuti proses pendidikan. Dengan pencanangan program wajib
belajar, sudah tidak ada alasan bagi setiap anak bangsa untuk tidak bersekolah.
Dengan demikian, diharapkan terjadi peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya
Manusia) secara signifikan. Tidak ada lagi gap
(jarak) kualitas diri. Kalaupun ada perbedaan, hal tersebut semata-mata karena
adanya perbedaan kemampuan masing-masing orang. Perbedaan tersebut bukan
karena perbedaan kesempatan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Ada dua kata “wajib” dalam ayat ini yang
berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib belajar. Program
wajib belajar adalah program yang mewajibkan semua anak usia sekolah mengikuti
proses belajar sesuai dengan tingkat usia. Dengan program wajib belajar ini,
tidak ada alasan apapun bagi anak-anak usia sekolah untuk tidak bersekolah.
Pada awalnya wajar 6 tahun, artinya anak usia sekolah dasar harus bersekolah.
Hal ini mengisyaratkan bahwa anak bangsa minimal berpendidikan setingkat
Sekolah Dasar. Selanjutnya, program tersebut dikembangkan hingga menjadi wajar
9 tahun. Artinya,
anak usia Sekolah Menengah Pertama
harus bersekolah sehingga anak bangsa minimal berpendidikan setingkat Sekolah
Menengah Pertama. Setelah program tersebut dianggap berhasil, selanjutnya
program ditingkatkan menjadi program wajar 12 tahun. Wajar dua belas tahun artinya anak-anak usia Sekolah Menengah
Atas harus bersekolah. Program ini mengisyaratkan bahwa anak bangsa minimal
berpendidikan setingkat Sekolah Menengah
Atas. Dengan demikian, tingkat polah pemikiran mereka semakin bagus. Karena
sifatnya wajib, maka bila tidak, (semestinya) ada sanksi hukum terhadap
keluarganya (juga bagi anaknya). Sanksi
apa yang dikenakan kepada mereka, haruslah jelas benar. Tidak boleh lagi ada
alasan bahwa seorang anak tidak bersekolah karena ia tidak ingin bersekolah atau keluarganya tidak mampu membiayainya karena
pemerintah wajib membiayainya.
H.M
Anton selaku Walikota Malang berpendapat bahwa, pendidikan sangat penting bagi
setiap orang, sehingga pemerintah tidak boleh mempersulit atau menghambat maju
dan berkembangnya dunia pendidikan ini. Apalagi Kota Malang dikenal sebagai
kota pendidikan. Maka hal itu tidak cukup dengan hanya nama besar, namun juga
harus diimbangi dengan kualitas.
Pendidikan dasar
mengutamakan pembentukan kepribadian dan penguasaan kemampuan dasar yang sesuai
dengan perkembangan masa kini dan masa depan serta kebutuhan siswa sendiri dan
masyarakatnya. Misi ini terkandung, misalnya dalam empat pilar pendidikan yang
dikemukakan oleh UNESCO (1996), yaitu bahwa pendidikan harus memungkinkan dan
membekali siswa dengan kemampuan untuk belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja atau mengerjakan sesuatu (learning to do), belajar menjadi diri
sendiri (learning to be), dan belajar
untuk hidup bermasyarakat (learning to
live together). Oleh karena itu, pemerintah Kota Malang menerapkan
kebijakan sekolah gratis.
2.3 Pengertian Kebijakan Subsidi Silang
Kebijakan subsidi silang adalah suatu kebijakan
dimana kewajiban menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dibebankan kepada
orang tua yang memiliki kemampuan dan kesediaan membayar tinggi, dengan
demikian orang tua yang memiliki kemampuan dan kesediaan membayar rendah tidak
dikenakan kewajiban menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu tujuan dari kebijakan subsidi silang
ialah meringankan beban biaya pendidikan bagi sebagian siswa (dari keluarga
miskin) melalui pembebasan biaya-biaya rutin seperti iuran rutin sekolah.
Orang tua siswa dapat dibedakan berdasarkan
kemampuannya untuk membayar (ability to
pay) dan
kesediaannya untuk membayar (willingness to pay). Kedua dimensi ini tidak selalu sejalan. Ada orang
tua yang kemampuan membayarnya tinggi dan ada juga yang rendah, begitu juga ada
orang tua siswa yang kesediaan membayarnya tinggi dan rendah, sehingga bila
keduanya digabungkan akan terbentuk empat kuadran sebagai berikut (lihat tabel
2.1):
1)
Kuadran
A :
Kemampuan membayar tinggi dan kesediaan membayar
tinggi;
2)
Kuadran
B :
Kemampuan membayar tinggi dan kesediaan membayar rendah;
3)
Kuadran
C :
Kemampuan membayar rendah dan kesediaan membayar tinggi;
4)
Kuadran
D:
Kemampuan membayar rendah dan kesediaan membayar rendah.
Tabel 2.1 Hubungan antara Kemampuan Membayar dan Kesediaan
Membayar Biaya Pendidikan di
Kalangan Orang Tua Siswa
Kemampuan Membayar
|
Kesediaan Membayar
|
|
Tinggi
|
Rendah
|
|
Tinggi
|
A
|
B
|
Rendah
|
C
|
D
|
Pada setiap
sekolah akan selalu ada kelompok orang tua yang berada pada setiap kuadran
tersebut. Beberapa studi yang dikaji
oleh Mark Bray (1996b) melaporkan bahwa kesediaan orang tua untuk membayar biaya pendidikan sangat
berkaitan dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan mereka terhadap mutu
pendidikan yang diperoleh anaknya di sekolah. Kepuasan yang tinggi terhadap
pendidikan membuat orang tua lebih siap membayar daripada bila kepuasannya
rendah. Dilaporkan bahwa di sejumlah negara, para orang tua siswa sesungguhnya
siap membayar lebih tinggi bagi pendidikan anaknya di tingkat SD dan SMP
asalkan diimbangi dengan mutu pendidikan yang baik. Di pihak lain, mereka tetap
merasa tidak puas terhadap kebijakan “bebas biaya” (bebas iuran sekolah) bila mutu pendidikan rendah. Di Tanzania,
misalnya, sebanyak 21% orang tua siswa menyatakan bahwa mereka bersedia
membayar lebih tinggi dari jumlah yang mereka bayarkan selama ini. Sebaliknya,
terdapat 17,9 % orang tua yang menyatakan bahwa mereka tidak bersedia membayar
apapun kepada sekolah. Selain ditentukan oleh kepuasan terhadap mutu
pendidikan, kesediaan membayar berkaitan pula dengan banyak faktor lain, antara
lain tingkat pendidikan orang tua.
Kelompok orang
tua yang berada kuadran A dan D dalam tabel di atas tidak menjadi masalah,
karena kesediaan membayar mereka sesuai dengan kemampuannya. Mereka yang pada
kuadran C dapat dijuluki sebagai “pahlawan pendidikan” karena meskipun
kemampuan membayarnya rendah, mereka
mempunyai kesediaan membayar yang tinggi. Banyak keluarga Indonesia yang
termasuk kategori ini, dan sungguh mengharukan bahwa mereka berasal dari
keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Bank Dunia (1993) melaporkan bahwa
pada tahun 1989, keluarga dari 20% termiskin membelanjakan 38% dari
penghasilannya untuk pendidikan anaknya di SD, sedangkan keluarga dari 20%
terkaya hanya mengeluarkan 17%. Di SMP, keadannya lebih kontras lagi, yaitu masing-masing 47% untuk
keluarga pada 20% termiskin dan 11% untuk keluarga pada 20% terkaya. Hal ini
konsisten dengan hasil studi Supriadi (2000a) yang mengungkapkan bahwa keluarga
termiskin mengeluarkan sekitar 30% dari pendapatannya untuk membiayai sekolah
anaknya di SD, sedangkan keluarga terkaya hanya 12-17%. Meskipun secara nominal
lebih besar pengeluaran keluarga kaya untuk pendidikan, tetapi proporsinya
kecil saja karena pendapatannya tinggi. Angka yang tidak jauh berbeda
dilaporkan oleh Serrato dan Melnick (1995).
Kelompok orang
tua yang menjadi masalah adalah berda pada kuadran B, yaitu mereka yang secara
ekonomi mampu tetapi kesediaan membayarnya rendah. Dalam upaya penggalian dana
pendidikan di tingkat sekolah (oleh Komite Sekolah), mereka inilah yang
seharusnya menjadi sasaran utama. Tujuannya adalah agar lebih tercipta keadilan
dalam menanggung biaya pendidikan dan untuk mengimbangi pengorbanan orang tua
yang berada pada kuadran C. Dengan demikian, kebijakan penggalian dana
pendidikan dari keluarga siswa tidak dapat dipukul rata untuk semua orang tua,
melainkan harus didekati dengan mempertimbangkan kemampuannya untuk
membayar.
2.4 Perbedaan Kebijakan Sekolah Gratis dengan Subsidi
Silang
Seiring
dengan berkembangnya zaman, kebijakan banyak mengalami perubahan. Begitu pula
pada kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Beberapa
penyebab utama yang menjadi alasan terjadinya perubahan kebijakan dalam
pendidikan, yaitu tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang
dikarenakan adanya perubahan perkembangan kebijakan sosial politik, ekonomi,
dan budaya.
Salah satu perubahan kebijakan pendidikan
terjadi di Kota Malang. Sesuai dengan program Wali Kota Malang, H. Mochamad
Anton, Kota Malang menerapkan kebijakan sekolah gratis dan menghapuskan
kebijakan subsidi silang. Berikut ini
tabel perbedaan kebijakan sekolah gratis dengan kebijakan subsidi silang:
Tabel 2.2 Perbedaan Kebijakan
Sekolah Gratis dengan Kebijakan Subsidi
Silang
No.
|
Kebijakan
Sekolah Gratis
|
Kebijakan
Subsidi Silang
|
1
|
Wali
murid tidak dikenakan kewajiban untuk menanggung biaya.
|
Hanya
wali murid mampu yang dikenakan kewajiban menanggung biaya.
|
2
|
Anggaran pemerintah yang diberikan ke
sekolah lebih 20%.
|
Anggaran pemerintah yang diberikan ke
sekolah 20%.
|
3
|
Sarana
dan prasarana sekolah kurang berkembang.
|
Sarana
dan prasarana sekolah berkembang.
|
4
|
Anggaran
sekolah terdiri dari subsidi pemerintah.
|
Anggaran
sekolah terdiri dari subsidi pemerintah dan peran serta masyarakat.
|
2.5 Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis terhadap
Perkembangan SMP Negeri 20 Malang
Kebijakan sekolah
gratis berpengaruh pada beberapa hal, sebagai berikut:
2.5.1 Sarana dan Prasarana di SMP
Negeri 20 Malang
Diterapkannya
kebijakan sekolah gratis menyebabkan terbatasnya dana untuk menambah sarana dan
prasarana di SMP Negeri 20 Malang. Sebelum diterapkannya kebijakan sekolah
gratis, sarana dan prasarana di SMP Negeri 20 Malang berkembang dengan baik
karena adanya iuran rutin sekolah yang dibayarkan setiap bulan.
2.5.2
Prestasi Nonakademik Siswa di SMP Negeri 20 Malang
Diterapkannya kebijakan sekolah
gratis menyebabkan terbatasnya dana untuk membiayai kegiatan lomba siswa seperti
konsumsi, transportasi dan lain-lain. Sehingga biaya lomba ditanggung oleh
siswa yang bersangkutan. Oleh karena itu, beberapa bulan terakhir setelah
diterapkan kebijakan sekolah gratis, SMP Negeri 20 Malang tidak mengirimkan
siswa-siswinya untuk mengikuti lomba kecuali siswa bersedia ikut menanggung
biaya lomba.
2.5.3
Angka Putus Sekolah
Di Kota Malang pada khususnya, terdapat beberapa
masalah pendidikan, salah satunya adalah angka putus sekolah di Kota Malang
mencapai 0,99% yaitu berjumlah 1.885 anak dikutip
dari Lampiran Profil Pendidikan Kota Malang 2011-2012. Salah satunya disebabkan oleh
mahalnya biaya pendidikan.
Memang kalau kita bicara pendidikan,
pasti yang jadi pikiran pertama soal berapa besar biaya yang harus dibayar,
mulai dari pendaftaran pertama, uang SPP bulanan, biaya membeli buku, serta
sederet biaya lainnya. Itu belum termasuk membeli perlengkapan seragam, sepatu
dan aksesoris sekolah lainnya. Bagi mereka yang tergolong mampu bukan merupakan
masalah, akan tetapi persoalannya sekarang, bagaimana dengan mereka yang tidak
mampu atau hidup di bawah garis kemiskinan. Terkadang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari saja masih sulit, apalagi membiayai anak-anak mereka untuk sekolah,
rasanya seperti mustahil bagi mereka. Anak bangsa yang putus sekolah di negeri ini banyak dari kalangan keluarga
tidak mampu, karena faktor ekonomi dengan biaya sekolah yang cukup mahal
membuat mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan memilih
bekerja mencari uang.
Permasalahan
pendidikan yang terjadi juga tidak lepas dari keberadaan dan fungsi pemerintah
sebagai pembuat kebijakan dan instansi yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan dan pelayanan pendidikan yang ada. Maka dari itu untuk mengurangi
tingginya angka putus sekolah di Kota Malang, Pemerintah Kota Malang menerapkan
kebijakan sekolah gratis sejak pertengahan tahun 2013.
2.5.4 Minat Sekolah
Dalam UUD pasal 31 ayat
1 dan 2 tertulis bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, negara juga
memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD. Pertanyaannya, sudahkah semua anak bangsa
mendapatkan haknya? Melihat fakta saat ini, di Indonesia setiap tahunnya lebih
dari 1,5 juta anak sekolah tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Seperti kita ketahui,
mayoritas masyarakat kita adalah masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah.
Mereka harus berjuang sekuat tenaga, membanting tulang untuk dapat menghadapi
kehidupan dengan baik. Bahkan, harus menyisihkan keperluan lain agar anak-anak
dapat mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran.
Sungguh sangat ironis
instalasi pendidikan di negeri ini. Sekolah negeri, yang notabene sekolah
dengan pembiayaan
dari pemerintah, ternyata justru menjadi sekolah yang mahal bagi anak
bangsanya. Sekolah negeri yang segala kebutuhan operasionalnya dialokasikan
oleh pemerintah, ternyata justru menuntut masyarakat untuk menyediakan dana
yang lebih besar. Padahal, jika kita uraikan setidaknya kita dapat mengatakan
bahwa guru pada sekolah negeri digaji oleh pemerintah sehingga sekolah tidak
perlu mengalokasikan dana untuk pembayaran para guru. Sementara untuk urusan
infrastruktur, pemerintah juga tidak tinggal diam. Ternyata, masyarakat tetap
harus merogoh kantong cukup dalam agar putra-putrinya dapat mengikuti proses
pendidikan di sekolah negeri. Sekolah negeri adalah sekolah yang didirikan
pemerintah untuk memberikan fasilitasi pendidikan bagi masyarakat di
sekitarnya. Alih-alih untuk meringankan beban pembiayaan pendidikan bagi
masyarakat, justru semakin memberatkan beban masyarakat. Kebanyakan orang tua
merasa terbebani dengan adanya uang pangkal yang dirasa terlalu berat, belum
lagi iuran rutin sekolah yang harus dibayarkan setiap bulan.
Salah satu keadilan yang saat ini diterapkan yakni
kebijakan sekolah gratis di Kota Malang diharapkan dapat meningkatkan minat
sekolah pada jenjang yang digratiskan.
2.6
Sikap Sekolah dengan Adanya Kebijakan Sekolah Gratis
Dengan
diterapkannya kebijakan sekolah gratis menyebabkan keterbatasan dana untuk
memenuhi semua kebutuhan sekolah.
Oleh
karena itu, sekolah harus pandai-pandai mengatur keuangan sekolah dalam
menyusun anggaran. Anggaran disusun berdasarkan program dan diperhitungkan
berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dengan prinsip
efisiensi, bukan semua dana yang tersedia dihabiskan. Anggaran mempunyai fungsi
pengendalian yang dapat menganalisis sebab-sebab jika terdapat perbedaan
anggaran dan realisasi. Hal-hal yang menyebabkan ketidakefisienan atau
pemborosan dan terjadi perubahan harga.
Dalam
rencana keuangan harus terlihat hal berikut:
a)
Rencana
Penerimaan, berapa jumlah dana yang diperkirakan akan
diperoleh
untuk membiaya kegiatan program dan darimana dana tersebut
diperoleh
(sumber dana).
b)
Rencana
Pengukuran, berapa jumlah dana yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan program yang
diperinci dalam volume/jumlah
satuan dan perkiraan biaya setiap
unit. Untuk memudahkan penyusunan
anggaran dapat dibuat tabel dengan
komponen kegiatan, jumlah unit,
perkiraan biaya per unit, total
biaya dan sumber dana.
Anggaran dari
pemerintah diberikan sesuai dengan kebutuhan sekolah. Setiap sekolah
kemungkinan memiliki kepentingan dan prioritas yang berbeda dalam pengalokasian
dan pelaksanaan programnya, sesuai dengan kebutuhan mendesak dan harus
dilaksanakan pada tahun berjalan. Misalnya, sekolah tertentu lebih
memprioritaskan peningkatan mutu pendidikan dalam hal pengadaan buku teks,
sehingga setiap siswa memiliki buku pinjaman dari sekolah, mengadakan alat
peraga sehingga kegiatan belajar dapat diselenggarakan dengan optimal, menata ruang kelas
sehingga menampilkan ruang belajar yang nyaman dan kondusif, atau berbagai
kegiatan lain yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas proses maupun hasil
pendidikan.
Misalnya,
rencana sekolah untuk membelanjakan anggaran pada sektor perbaikan sarana
prasarana, membuat pagar sekolah, memperbaiki lapangan olahraga, atau membuat
papan nama, sedangkan di pihak lain sekolah juga dituntut dengan kebutuhan
mengadakan alat peraga yang secara langsung dapat digunakan oleh siswa dalam
peningkatan mutu pendidikan.
Dalam kondisi
dana yang sangat terbatas dan sekolah dihadapkan pada kebutuhan yang beragam,
sekolah harus mampu membuat keputusan dengan berpedoman pada peningkatan mutu.
Artinya, apabila perbaikan sarana dan prasarana seperti memperbaiki pagar dan
memperbaiki lapangan olahraga lebih kecil pengaruhnya terhadap peningkatan mutu
dibanding dengan pengadaan alat peraga, maka keputusan yang paling efisian
adalah mengadakan alat peraga.
Bobbit (1912),
mengemukakan bahwa pertambahan jumlah enrollment
(jumlah siswa) pendidikan yang
demikian pesat akan menguras sumber-sumber daya dan dana yang cukup besar. Oleh karena itu, ia menyarankan agar
sekolah-sekolah secara mandiri dan kewenangan yang penuh menata anggaran biaya
pendidikan seara efisien. Hal tersebut sejalan dengan makna desentralisasi yang
memberikan kewenangan pada sekolah.
Sedikitnya
terdapat dua hal yang harus menjadi pertimbangan sekolah dalam menata efisiensi
biaya pendidikan, yaitu :
a) Menekan
biaya pendidikan melalui berbagai kebijakan, misalnya menempatkan prioritas
investasi bangunan dan pengadaan sarana pendukung lainnya di bawah prioritas
upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar.
b) Meningkatkan
kapasitas pemakaian fasilitas sekolah secara optimal dan intensif, pengurangan
kelas, mendatangkan guru spesialis, atau meningkatkan mutu guru yang telah ada.
2.7 Upaya Pemerintah untuk Mewujudkan Sekolah
Tetap Berkembang dengan Diterapkannya Kebijakan
Sekolah Gratis
Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Dengan
adanya kebijakan sekolah gratis di Kota Malang yang menyebabkan hilangnya peran
serta masyarakat sehingga pemerintah menambah anggaran pendidikan lebih dari
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pemerintah Kota Malang
memberikan anggaran sesuai dengan kebutuhan sekolah. Masing-masing sekolah
memiliki kepentingan dan prioritas yang tidak sama dalam pengalokasian dan
pelaksanaan programnya, sesuai dengan kebutuhan mendesak dan harus dilaksanakan
pada tahun berjalan. Pemerintah telah menentukan masing-masing POS untuk apa
anggaran itu digunakan oleh sekolah. Apabila sekolah memerlukan dana yang
keluar dari POS yang telah ditentukan oleh pemerintah, sekolah yang memerlukan
tambahan dana harus mengajukan proposal. Dalam hal ini, pemerintah
memilah-milah sekolah yang sekiranya sangat memerlukan dana tambahan tersebut.
Contohnya, sekolah A mengajukan proposal untuk memperbaiki ruang kelas 9A yang
rusak berat, dan sekolah B mengajukan proposal untuk menambah ruang multimedia.
Pemerintah memberikan dana kepada sekolah A terlebih dahulu dari sekolah B
dikarenakan sekolah A sangat membutuhkan dana tersebut untuk memperbaiki kelas
9A yang rusak berat. Jika tidak didahulukan, proses belajar mengajar di sekolah
A terutama kelas 9A akan terganggu. Untuk sekolah B pemerintah menunda
pemberian dana yang digunakan untuk menambah ruang multimedia karena sekolah A
lebih membutuhkan dana tersebut.
2.8 Hasil
Angket tentang Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis di Kota
Malang terhadap Perkembangan SMP Negeri 20 Malang
Berdasarkan hasil angket yang telah
disebarkan
oleh penulis kepada seratus orang yang terdiri dari siswa dan orang tua siswa, diperoleh hasil sebagai berikut.
Pertanyaan
pertama yang berbunyi “Apakah Anda mengetahui tentang kebijakan sekolah gratis?”
dapat diperoleh jawaban Ya 86%, Tidak 5%, dan Ragu-ragu 9%. Pertanyaan kedua
yang berbunyi “Apakah Anda setuju dengan adanya kebijakan sekolah gratis?”
dapat diperoleh jawaban Ya 67%, Tidak 9%, dan Ragu-ragu 24%. Pertanyaan ketiga
yang berbunyi “Apakah Anda mengetahui dampak positif dengan adanya kebijakan
sekolah gratis?” dapat diperoleh jawaban Ya 83%, Tidak 5%, dan Ragu-ragu 12%. Pertanyaan
keempat yang berbunyi “Apakah Anda mengetahui dampak negatif dengan adanya
kebijakan sekolah gratis?” dapat diperoleh jawaban Ya 71%, Tidak 13%, dan
Ragu-ragu 16%.
Pertanyaan
kelima yang berbunyi “Apakah kebijakan sekolah gratis berpengaruh pada
perkembangan fasilitas SMP Negeri 20 Malang?” dapat diperoleh jawaban Ya 73%,
Tidak 7%, dan Ragu-ragu 20%. Pertanyaan keenam yang berbunyi “Apakah Anda
mengetahui tentang kebijakan subsidi silang?” dapat diperoleh jawaban Ya 32%,
Tidak 49%, dan Ragu-ragu 19%. Pertanyaan ketujuh yang berbunyi “Apakah Anda
mengetahui dampak positif dengan adanya kebijakan subsidi silang?” dapat
diperoleh jawaban Ya 29%, Tidak 48%, dan Ragu-ragu 23%. Pertanyaan kedelapan
yang berbunyi “Apakah Anda mengetahui dampak negatif dengan adanya kebijakan
subsidi silang?” dapat diperoleh jawaban Ya 18%, Tidak 52%, dan Ragu-ragu 30%.
Pertanyaan
kesembilan yang berbunyi “Apakah Anda mengetahui perbedaan kebijakan sekolah gratis
dengan kebijakan subsidi silang?” dapat diperoleh jawaban Ya 22%, Tidak 43%,
dan Ragu-ragu 35%. Pertanyaan kesepuluh yang berbunyi “Apakah kebijakan sekolah
gratis lebih baik daripada kebijakan subsidi silang?” dapat diperoleh jawaban
Ya 17%, Tidak 20%, dan Ragu-ragu 63%. Pertanyaan kesebelas yang berbunyi
“Apakah kebijakan sekolah gratis berpengaruh pada prestasi peserta didik SMP
Negeri 20 Malang?” dapat diperoleh jawaban Ya 50%, Tidak 23%, dan Ragu-ragu
27%. Pertanyaan kedua belas yang berbunyi “Apakah kebijakan sekolah gratis
berpengaruh pada kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri 20 Malang?” dapat
diperoleh jawaban Ya 63%, Tidak 16%, dan Ragu-ragu 21%.
Pertanyaan
ketiga belas yang berbunyi “Dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis siswa
yang mampu maupun kurang mampu mendapatkan hak yang sama. Apakah kebijakan
tersebut sudah tepat?” dapat diperoleh jawaban Ya 51%, Tidak 21%, dan Ragu-ragu
28%. Pertanyaan keempat belas yang berbunyi “Apakah dengan diterapkannya
kebijakan sekolah gratis akan meningkatan minat orang tua untuk menyekolahkan
putra-putrinya pada jenjang sekolah yang digratiskan?” dapat diperoleh jawaban
Ya 61%, Tidak 6%, dan Ragu-ragu 33%. Pertanyaan kelima belas yang berbunyi “Apakah
dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis akan menurunkan angka putus
sekolah” dapat diperoleh jawaban Ya 45%, Tidak 28%, dan Ragu-ragu 37%.
Pertanyaan keenam belas yang berbunyi “Apakah dengan diterapkannya kebijakan
sekolah gratis, pemerintah perlu menambah dana alokasi yang diberikan kepada
sekolah?” dapat diperoleh jawaban Ya 83%, Tidak 5%, dan Ragu-ragu 12%.
Pertanyaan
ketujuh belas yang berbunyi “Apakah dengan diterapkannya kebijakan sekolah
gratis dapat mengurangi partisipasi wali murid dalam usaha mengembangkan SMP
Negeri 20 Malang?” dapat diperoleh jawaban Ya 23%, Tidak 35%, dan Ragu-ragu
42%. Pertanyaan kedelapan belas yang berbunyi “Apakah Anda setuju jika dengan
diterapkannya kebijakan sekolah gratis sehingga SMP Negeri 20 Malang tidak
dapat mengadakan acara- acara besar (pensi, perpisahan,rekreasi,dan
lain-lain)?” dapat diperoleh jawaban Ya 10%, Tidak 60%, dan Ragu-ragu 30%.
Pertanyaan kesembilan belas yang berbunyi “Apakah Anda setuju jika dengan
diterapkannya kebijakan sekolah gratis sehingga SMP Negeri 20 Malang
menghentikan kegiatan bimbingan belajar dikarenakan terbatasnya anggaran?”
dapat diperoleh jawaban Ya 5%, Tidak 81%, dan Ragu-ragu 14%. Pertanyaan kedua
puluh yang berbunyi “Apakah Anda setuju jika dengan diterapkannya kebijakan
sekolah gratis sehingga SMP Negeri 20 Malang tidak dapat melaksanakan
pembangunan atau perbaikan (laboratorium, mushola, dan lain- lain)?” dapat
diperoleh jawaban Ya 7%, Tidak 78%, dan Ragu-ragu 15%.
BAB
III
PENUTUP
Dalam bab penutup ini penulis mengemukakan
simpulan dan saran dari penelitian.
3.1 Simpulan
Kebijakan sekolah gratis adalah suatu kebijakan
dimana seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah dengan demikian
peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan, seperti iuran rutin sekolah dan berbagai biaya
lainnya. Kebijakan sekolah gratis ini tidak hanya berlaku untuk keluarga yang
tidak mampu, melainkan juga untuk keluarga yang mampu.
Perubahan mendasar terkandung pada UUD
1945 pasal 31 ayat (2) yang berbunyi, “Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. Karena sifatnya wajib, maka bila tidak, (semestinya) ada
sanksi hukum terhadap keluarganya (juga bagi anaknya). Sanksi apa yang dikenakan kepada mereka,
haruslah jelas benar. Tidak boleh lagi ada alasan bahwa seorang anak tidak
bersekolah karena ia tidak ingin
bersekolah atau keluarganya tidak
mampu membiayainya karena pemerintah
wajib membiayainya. Oleh karena itu,
Pemerintah Kota Malang menerapkan kebijakan sekolah gratis pada jenjang wajib
belajar 9 tahun (SD dan SMP).
Kebijakan sekolah gratis mempengaruhi
beberapa hal, antara lain terbatasnya dana untuk menambah sarana dan prasarana
sekolah, menghambat prestasi non-akademik siswa, menurnnya angka putus sekolah,
dan meningkatnya minat sekolah. Kebijakan sekolah gratis tidak mepengaruhi prestasi
akademik siswa, karena kebijakan ini tidak mempengaruhi kinerja guru dalam
kegiatan belajar mengajar.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa
hipotesis yang penulis kemukakan cukup akurat. Memang benar bahwa kebijakan
sekolah gratis banyak berpengaruh pada perkembangan SMP Negeri 20 Malang.
3.2 Saran
3.2.1
Bagi
Pemerintah
Berdasarkan
penelitian, penulis meyarankan kepada pemerintah agar menambah dana alokasi
yang diberikan kepada sekolah. Dengan diterapkannya kebijakan sekolah gratis
menyebabkan tidak adanya peran serta masyarakat sehingga terjadi keterbatasan
dana.
3.2.2 Bagi Sekolah
Berdasarkan
penelitian, penulis menyarankan untuk mewujudkan sekolah tetap berkembang
walaupun dengan adanya keterbatasan dana, sekolah harus pandai-pandai mengatur
keuangan. Dalam kondisi dana yang sangat terbatas dan sekolah dihadapkan pada
kebutuhan yang beragam, sekolah harus mampu membuat keputusan dengan berpedoman
pada peningkatan mutu. Artinya, apabila perbaikan sarana dan prasarana seperti
memperbaiki pagar dan memperbaiki lapangan olahraga lebih kecil pengaruhnya
terhadap peningkatan mutu dibanding dengan pengadaan alat peraga, maka
keputusan yang paling efisian adalah mengadakan alat peraga.
3.2.3
Bagi
Orang Tua
Berdasarkan
penelitian, penulis menyarankan agar orang tua siswa mengerti dan tidak
menuntut terlalu banyak mengenai program-program sekolah di luar kegiatan
belajar mengajar. Dikarenakan dana alokasi yang diberikan pemerintah untuk
sekolah hanya digunakan membiayai kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan
pemerintah.
3.2.4 Bagi Siswa
Berdasarkan
penelitian, penulis menyarankan agar siswa dapat merawat sarana dan prasarana
yang ada dengan baik karena sekolah memiliki dana yang terbatas untuk
mengadakan kembali sarana dan prasarana dengan tidak adanya peran serta
masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Fattah Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Fattah Nanang.
2012. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Jalal
Fasli & Supriadi Dedi. 2001. Reformasi
Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.Yogyakarta: Adicita.
Saroni, Mohammad. 2013. Pendidikan UntukOrang Miskin. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Supriadi
Dedi .2003. Satuan Biaya Pendidikan Dasar
dan Menengah.Bandung:Rosda.
(Jumat,13
Desember 2013, pukul 09.06 WIB)
(Kamis,
2 Januari 2014, pukul 09.35 WIB)
(Kamis,
2 Januari 2014, pukul 10.15 WIB)
(Minggu, 5 Januari 2014, pukul 06.20 WIB)
(Minggu, 5 Januari 2014, pukul 06.25 WIB)
http://www.academia.edu/4076913/ADMINISTRASI_SARANA_DAN_PRASARANA_SEKOLAH (Minggu, 5 Januari 2014, pukul 09.20 WIB)